Pendahuluan
Dalam beberapa satuan pendidikan,
terdapat kebijakan bahwa guru dan siswa masuk sekolah mulai pukul 06.30 WIB
hingga pukul 14.50 WIB pada hari Senin dan Selasa, hingga pukul 14.10 WIB pada
hari Rabu dan Kamis, serta hanya sampai pukul 11.10 WIB pada hari Jumat. Hari
Sabtu ditetapkan sebagai hari libur. Kebijakan ini diharapkan dapat
meningkatkan disiplin dan produktivitas. Namun, pertanyaannya: apakah pola
waktu kerja ini sejalan dengan regulasi dan efektif dalam meningkatkan mutu
pembelajaran?
Dalam konteks ini, perlu
dilakukan analisis berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah
Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, serta memperhatikan
prinsip pedagogis, psikologis, dan manajerial dalam penyelenggaraan pendidikan.
Beban Kerja Guru: Antara
Kehadiran dan Kinerja Profesional
Permendikdasmen Nomor 11 Tahun
2025 menegaskan bahwa beban kerja guru adalah 37 jam 30 menit per minggu di
luar waktu istirahat. Secara fisik, kehadiran guru di sekolah dalam lima hari
kerja terlihat sudah cukup panjang. Namun, apabila memperhitungkan waktu
istirahat dan tidak seluruhnya digunakan untuk kegiatan pembelajaran maupun
tugas profesional lainnya, maka waktu efektif kerja yang benar-benar produktif
bisa saja belum memenuhi ketentuan tersebut.
Dengan demikian, secara
administratif beban kerja belum sepenuhnya tercapai. Namun perlu dicatat bahwa
beban kerja guru tidak hanya dihitung berdasarkan kehadiran mengajar di kelas,
melainkan juga mencakup:
- Perencanaan pembelajaran
- Penilaian dan evaluasi
- Bimbingan kepada peserta didik
- Pengembangan profesi
- Tugas tambahan seperti wali kelas, pembina OSIS,
koordinator ekstrakurikuler, dan lainnya
Jika kegiatan-kegiatan tersebut
terdata dan diakui dalam Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), maka pemenuhan beban
kerja dapat dicapai secara proporsional. Oleh karena itu, manajemen kinerja
guru harus berbasis portofolio kegiatan, bukan hanya kehadiran.
Produktivitas Guru: Terancam
oleh Pola Jam Masuk yang Terlalu Pagi
Waktu masuk pukul 06.30 WIB
menuntut guru untuk memulai aktivitas dari rumah sejak sebelum subuh, terutama
bagi yang tinggal jauh dari sekolah. Hal ini berpotensi menurunkan kebugaran
fisik, konsentrasi, dan kesiapan mengajar terutama di jam-jam akhir
pembelajaran (sekitar pukul 13.00–14.50).
Dalam jangka panjang, kelelahan
fisik akibat jadwal yang terlalu panjang dapat menurunkan kualitas pengajaran,
apalagi jika tidak diimbangi dengan pola hidup sehat dan manajemen beban kerja
yang baik. Hal ini selaras dengan temuan dari penelitian oleh Liu &
Ramsey (2008) yang menunjukkan bahwa tingkat stres dan beban kerja berlebih
berbanding terbalik dengan efektivitas pembelajaran di ruang kelas.
Capaian Belajar Siswa: Jangan
Sampai Terkorbankan oleh Panjangnya Jam Sekolah
Siswa yang mengikuti jam masuk
dan pulang yang sama dengan guru mengalami total waktu berada di sekolah yang
cukup panjang, bahkan lebih dari delapan jam per hari pada awal pekan. Jika
waktu tersebut tidak diisi dengan kegiatan belajar yang bervariasi dan
bermakna, maka akan menimbulkan kejenuhan, kelelahan, bahkan penurunan motivasi
belajar.
Menurut Permendikbudristek Nomor
12 Tahun 2024, kurikulum seharusnya memberi ruang pada fleksibilitas waktu,
diferensiasi pembelajaran, dan kesejahteraan peserta didik. Maka, kebijakan
waktu sekolah yang terlalu panjang tanpa mempertimbangkan aspek pedagogis bisa
kontraproduktif terhadap tujuan kurikulum tersebut.
Penelitian dari UNESCO (2019)
juga memperingatkan bahwa waktu belajar yang terlalu lama tidak otomatis
berkorelasi positif dengan prestasi, bahkan bisa berdampak negatif jika tidak
disertai strategi pembelajaran yang mendukung keseimbangan antara akademik dan
non-akademik.
Rekomendasi Strategis
Berdasarkan analisis tersebut,
berikut beberapa rekomendasi:
- Audit beban kerja guru secara menyeluruh dengan
memasukkan semua komponen tugas ke dalam SKP, bukan sekadar jumlah jam
tatap muka.
- Tinjau ulang kebijakan jam masuk dan pulang untuk
menyeimbangkan antara disiplin, produktivitas, dan kesejahteraan guru dan
siswa.
- Gunakan waktu tambahan bukan untuk memperpanjang
jam akademik, tetapi untuk kegiatan penguatan karakter, kreativitas,
literasi, dan pembelajaran berbasis proyek.
- Lakukan dialog partisipatif dengan melibatkan guru,
siswa, dan orang tua untuk menyusun manajemen waktu sekolah yang adaptif
dan kontekstual.
Penutup
Pengelolaan waktu sekolah bukan
sekadar soal disiplin dan kehadiran, tetapi merupakan bagian dari sistem
manajemen pembelajaran yang harus mempertimbangkan aspek regulasi,
produktivitas, dan kesejahteraan semua pihak. Kebijakan jam masuk pukul 06.30
WIB mungkin terlihat sederhana, namun dampaknya bisa sangat kompleks bila tidak
diiringi dengan pengelolaan profesional dan pendekatan humanis.
Pendidikan bukan hanya tentang
"berapa lama kita di sekolah", tetapi "seberapa bermaknanya
waktu yang dihabiskan di sekolah".
Referensi
- Permendikdasmen Nomor 11 Tahun 2025 tentang
Pemenuhan Beban Kerja Guru
- Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang
Kurikulum
- Liu, S., & Ramsey, J. (2008). Teachers’ job
satisfaction: Analyses of the Teacher Follow-up Survey in the United
States for 2000–2001. Teaching and Teacher Education, 24(5),
1173–1184.
- UNESCO (2019). Time to Learn: How the Use of
Time Can Support Teaching and Learning. Paris: UNESCO Publishing.
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional