Delapan puluh tahun sudah bendera merah putih berkibar di langit Nusantara. Delapan puluh tahun pula Indonesia meneguhkan diri sebagai negara merdeka, berdaulat, dan berlandaskan Pancasila. Namun, di balik perayaan penuh gegap gempita, terbersit satu pertanyaan yang menggelitik nurani: apakah kebebasan yang diperjuangkan dengan darah dan air mata para pendiri bangsa itu benar-benar telah kita jaga, atau justru perlahan kita bungkam sendiri?
Kemerdekaan: Anugerah yang Diperjuangkan, Bukan Diberikan
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 bukanlah hadiah dari penjajah, melainkan hasil perjuangan panjang para pahlawan yang mengorbankan nyawa. Mereka memahami bahwa kebebasan bukan sekadar lepas dari rantai fisik, tetapi juga pembebasan jiwa dari rasa takut, penindasan, dan ketidakadilan. Sayangnya, di usia yang ke-80 ini, kebebasan itu terkadang terancam bukan oleh bangsa asing, tetapi oleh sesama anak bangsa sendiri.
Kebebasan yang Perlahan Dibatasi
Kebebasan berbicara, berpendapat, dan berekspresi adalah hak konstitusional. Namun, realitas sering kali menunjukkan sisi lain: kritik dibalas hujatan, pendapat dibungkam dengan stigma, dan suara minoritas tenggelam oleh arus mayoritas. Ironisnya, pembungkaman ini kerap dibungkus rapi dengan dalih menjaga ketertiban, padahal justru mengekang daya kritis dan keberagaman berpikir yang menjadi denyut nadi demokrasi.
Ancaman dari Dalam: Otoritarianisme yang Berubah Wajah
Jika dahulu penjajahan datang dengan seragam militer asing, kini ancamannya lebih halus dan berwajah lokal. Bentuknya bisa berupa korupsi yang menggerogoti kepercayaan publik, monopoli informasi yang memelintir fakta, atau regulasi yang disusun demi kepentingan segelintir pihak. Semua itu secara perlahan meredam kebebasan masyarakat untuk mendapatkan kebenaran dan memperjuangkan keadilan.
Kebebasan yang Bertanggung Jawab
Namun, kebebasan tidak berarti kebebasan tanpa batas. Seperti layaknya udara yang kita hirup, kebebasan harus dijaga kemurniannya. Ia tidak boleh tercemar oleh ujaran kebencian, fitnah, atau hasutan yang merusak persatuan. Oleh karena itu, kebebasan harus berjalan beriringan dengan tanggung jawab moral, kesadaran hukum, dan etika kebangsaan.