Pendahuluan: Fenomena “Meriah” dalam Dunia Pendidikan
Di era pendidikan modern, berbagai metode pembelajaran yang tampak seru dan menyenangkan mulai marak diterapkan. Mulai dari joget TikTok, nyanyian kolosal, hingga simulasi peristiwa kehidupan nyata seperti prosesi pernikahan, kerap diangkat sebagai contoh praktik pembelajaran mendalam. Namun, apakah kegiatan yang tampak meriah dan menghibur tersebut benar-benar mencerminkan prinsip pembelajaran mendalam?
Sebuah kisah nyata diangkat dari pelatihan guru, ketika seorang observer menayangkan video guru yang mengajak murid bernyanyi dan menari, lalu menyatakan, “Lihat, ini pembelajaran mendalam!” Pada kesempatan lain, seorang guru menyelenggarakan simulasi pernikahan lengkap dengan perlengkapan adat dan menyebutnya sebagai pembelajaran kontekstual dan mendalam. Situasi-situasi seperti ini memancing pertanyaan reflektif: Apakah itu benar-benar pembelajaran mendalam atau sekadar tampak seru di permukaan?
Michael Fullan dalam bukunya Deep Learning: Engage the World, Change the World, menyebutkan bahwa pembelajaran mendalam bertujuan menumbuhkan 6 kompetensi inti (6C) dalam diri murid:
-
Character (Karakter)
-
Citizenship (Kewarganegaraan)
-
Collaboration (Kolaborasi)
-
Communication (Komunikasi)
-
Creativity (Kreativitas)
-
Critical Thinking (Berpikir Kritis)
Jika sebuah aktivitas belajar tidak menyentuh aspek-aspek tersebut, maka meskipun terlihat meriah, belum tentu itu adalah pembelajaran mendalam.
-
Mindful – Sadar akan tujuan belajar.
-
Meaningful – Bermakna, terkait dengan kehidupan nyata serta pengetahuan dan pengalaman sebelumnya.
-
Joyful – Menyenangkan, bukan karena tertawa riang, tetapi karena adanya pertumbuhan dan tantangan yang bermakna bagi murid.
Joget dan nyanyian memang bisa menciptakan kesenangan, namun jika tidak membawa murid pada pengalaman belajar yang menantang dan menumbuhkan rasa memiliki terhadap proses belajar, maka itu belum bisa dikatakan joyful dalam konteks pembelajaran mendalam.
Begitu juga dengan simulasi pernikahan. Meskipun tampak kontekstual, namun belum tentu bermakna secara reflektif. Meaningful dalam pembelajaran mendalam adalah ketika kegiatan belajar membawa murid merenungkan nilai-nilai, kesadaran sosial, dan mengaitkan materi dengan kehidupan secara lebih dalam.
-
Apakah tujuan pembelajaran saya berorientasi pada pengembangan 6C?
-
Apakah murid saya dilibatkan dalam proses berpikir kritis dan kreatif, bukan sekadar meniru?
-
Apakah kolaborasi yang terjadi sungguh-sungguh, bukan hanya kerja kelompok formalitas?
-
Apakah aktivitas murid terhubung dengan dunia nyata dan relevan dengan konteks kehidupan mereka?
-
Apakah saya menggunakan asesmen otentik seperti proyek, refleksi, atau diskusi?
-
Apakah murid merasa belajar ini bermakna dan menumbuhkan dirinya, bukan hanya sekadar seru?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting untuk dijawab secara jujur agar guru tidak terjebak pada euforia “pembelajaran yang seru”, tetapi tetap berorientasi pada hasil belajar yang mendalam dan berkelanjutan.
Referensi:
-
Fullan, M., Quinn, J., & McEachen, J. (2018). Deep Learning: Engage the World, Change the World. Corwin Press.
-
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Naskah Akademik Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kemendikbudristek.