Peran kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran menjadi semakin vital di tengah dinamika transformasi pendidikan nasional. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI resmi menerbitkan Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Aturan baru ini menggantikan peraturan lama, Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 dan menghadirkan perubahan strategis dalam penyediaan dan penugasan kepala sekolah.
Untuk memahami secara mendalam implikasi dari kebijakan baru ini, diperlukan kajian komprehensif terhadap muatan dan arah peraturannya. Kajian ini mengeksplorasi peraturan tersebut melalui empat sudut pandang, yakni filosofis, yuridis, politis, dan sosiologis.
Kajian Filosofis
Secara filosofis, peraturan ini didasari oleh semangat meningkatkan kualitas pendidikan melalui kepemimpinan sekolah yang profesional dan berintegritas. Pandangan ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya dalam konteks keadilan sosial, tanggung jawab, dan kemanusiaan. Aspek filosofis utama yang tercermin adalah:
- Humanisme pendidikan, dengan memberikan ruang bagi guru untuk berkembang menjadi pemimpin pendidikan.
- Keadilan akses, di mana sistem rekrutmen dan seleksi calon kepala sekolah dibuka melalui mekanisme terbuka dan berbasis kompetensi.
- Profesionalisme, dengan syarat pelatihan, seleksi substansi, dan pengalaman manajerial yang ditekankan sebagai fondasi.
Dengan demikian, Permendikdasmen ini mengusung paradigma bahwa kepala sekolah bukan hanya administratif, melainkan transformasional leader yang mendukung pembelajaran mendalam dan dimensi profil lulusan.
Kajian Yuridis
Secara yuridis, Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025 memiliki landasan hukum yang kuat dan tersinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan yang relevan, seperti:
- UUD 1945 Pasal 17 (3): Pasal ini merupakan jaminan fundamental bagi demokrasi dan partisipasi masyarakat dalam proses politik dan sosial. Dengan adanya jaminan ini, masyarakat dapat secara aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan pembangunan negara.
- Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru: Menjadi rujukan untuk status dan kompetensi guru.
- Peraturan Presiden No. 188 Tahun 2024: Menetapkan struktur kelembagaan baru Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan ini secara eksplisit diantaranya mengatur:
- Tahapan penyediaan dan penugasan calon kepala sekolah (Pasal 3–15),
- Syarat kompetensi, administratif, dan pengalaman manajerial (Pasal 7),
- Masa penugasan dan mekanisme pemberhentian (Pasal 23–28),
- Penjaminan mutu dan pendanaan (Pasal 29–30).
Dengan sistem merit dan akuntabilitas yang diatur, peraturan ini memberi kepastian hukum dalam tata kelola penugasan kepala sekolah.
Kajian Politis
Dari aspek politis, peraturan ini merefleksikan arah kebijakan pemerintah untuk memperkuat otonomi daerah dalam pendidikan sambil memastikan standardisasi mutu kepala sekolah. Implikasi politis yang terlihat antara lain:
- Sinergi pusat-daerah, di mana penetapan calon kepala sekolah tetap melibatkan pemerintah daerah, namun dengan basis data dan sistem nasional (Pasal 4 dan 16).
- Penguatan tata kelola pendidikan melalui peran Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), tim pertimbangan daerah, dan verifikasi berbasis sistem informasi.
- Pembersihan dari praktik politisasi jabatan, dengan syarat bebas narkotika, integritas, dan tidak menjadi bagian dari partai politik (Pasal 7 dan 28).
Namun, tantangan politik muncul dalam penerapan objektifitas dan keserentakan eksekusi kebijakan di daerah, terutama dalam konteks ketersediaan SDM dan kesiapan sistem digital.
Kajian Sosiologis
Secara sosiologis, peraturan ini merupakan respon terhadap tuntutan masyarakat akan mutu pendidikan yang lebih merata dan inklusif. Aspek sosiologis yang menonjol:
- Distribusi kepemimpinan yang adil melalui pemetaan kebutuhan per empat tahun (Pasal 4).
- Inklusi terhadap guru PPPK dan Non ASN, memperluas ruang partisipasi sosial dalam memimpin sekolah.
- Penekanan pada peran kepala sekolah sebagai agen perubahan sosial di komunitas, bukan hanya manajer internal sekolah.
Selain itu, aturan ini menjawab kebutuhan perubahan struktur masyarakat pendidikan, dengan memperhatikan keterlibatan masyarakat, dewan pendidikan, dan transparansi proses (Pasal 16 ayat 5).
Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 merupakan regulasi yang progresif dalam memperkuat kualitas kepemimpinan sekolah melalui pendekatan berbasis merit, transparansi, dan keadilan. Secara filosofis, ia menghidupkan semangat profesionalisme dan kepemimpinan transformatif. Secara yuridis, hadir dengan legalitas kuat dan integratif. Secara politis, memperkuat sinergi pusat-daerah dengan prinsip tata kelola bersih. Secara sosiologis, berkontribusi pada keadilan sosial dan kemajuan mutu pendidikan nasional. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen implementasi di daerah, kapasitas digital sistem informasi, dan konsistensi pelatihan kepala sekolah.
Kajian tersebut menunjukkan arah perubahan yang cukup progresif. Lalu, apa saja perubahan penting dan bagaimana peluang baru ini bisa dimanfaatkan oleh para guru?
Kepala Sekolah: Bukan Sekadar Jabatan, Tapi Pemimpin Pendidikan
Permendikdasmen ini menegaskan bahwa guru bisa dan layak menjadi pemimpin pendidikan. Kepala sekolah bukan hanya administrator, tetapi juga harus memiliki kompetensi sosial, kepribadian yang tangguh, dan profesionalisme yang mencakup jiwa kewirausahaan.
Jalan Menuju Kepala Sekolah: Bukan Lagi Sekadar "Ditunjuk"
Penugasan sebagai kepala sekolah kini melalui proses yang jelas dan terbuka, yaitu:
- Pemetaan kebutuhan di sekolah-sekolah.
- Pengusulan calon dari guru yang memenuhi syarat.
- Seleksi administrasi dan substansi oleh kementerian.
- Pelatihan intensif bagi bakal calon kepala sekolah.
- Penugasan berdasarkan rekomendasi tim pertimbangan daerah.
- Guru yang terpilih akan dibekali pelatihan dan sertifikat resmi sebagai bekal kepemimpinan.
Apa Saja Syarat Menjadi Kepala Sekolah?
Guru PNS atau PPPK bisa diusulkan jika:
- Memiliki ijazah minimal S1/D4 dan sertifikat pendidik.
- PNS minimal golongan III/c atau PPPK dengan pengalaman mengajar 8 tahun.
- Pernah memiliki pengalaman manajerial minimal 2 tahun.
- Berusia maksimal 56 tahun saat ditugaskan.
- Tidak sedang terlibat kasus hukum dan siap ditempatkan di mana saja.
- Bagi guru non ASN di sekolah swasta, aturan pengangkatan ditetapkan oleh yayasan masing-masing.
Masa Jabatan dan Evaluasi Berkala
Penugasan berlangsung selama dua periode, masing-masing 4 tahun. Evaluasi dilakukan tiap tahun. Jika dinilai “Sangat Baik” dan belum ada pengganti yang memenuhi syarat, masa tugas bisa diperpanjang satu periode lagi.
Kepala Sekolah di Luar Negeri? Bisa!
Guru PNS juga bisa bertugas sebagai kepala Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN). Namun, syaratnya ketat: harus pernah jadi kepala sekolah minimal 4 tahun, menguasai bahasa asing, dan mampu mempromosikan seni budaya Indonesia.
Penjaminan Mutu dan Dana Ditanggung Negara
Penugasan ini tak hanya formalitas. Direktorat Jenderal akan menjamin mutu di setiap tahapannya, dan pendanaannya berasal dari APBN/APBD atau sumber sah lainnya.
Peralihan yang Mulus
Bagi kepala sekolah yang masih aktif sebelum peraturan ini berlaku, tak perlu khawatir. Mereka tetap bisa melanjutkan tugas hingga masa periodenya habis. Bila belum ada calon yang bersertifikat pelatihan, guru yang memenuhi syarat tetap bisa diangkat sementara.
Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025 membuka peluang besar bagi guru-guru hebat untuk naik level sebagai pemimpin perubahan di sekolah. Prosesnya ketat, tapi adil dan transparan. Jadi, jika Anda guru yang punya semangat, kemampuan manajerial, dan tekad membangun pendidikan lebih baik, saatnya bersiap menjadi kepala sekolah masa depan!