Blog Opini Kang Guru adalah ruang berbagi opini cerdas dan inspiratif dari sudut pandang seorang pendidik. Blog ini hadir dengan gaya santai namun penuh makna.

Menjadi Kepala Sekolah: Antara Profesionalisme dan Realitas Politik

Di balik ruang-ruang kelas yang hening dan lantang suara guru mengajar, terdapat satu peran yang tak kalah strategis: kepala sekolah. Sosok ini bukan hanya manajer pendidikan, tapi juga pemimpin moral, organisatoris, dan penggerak perubahan. Namun, muncul satu pertanyaan reflektif yang kerap dibisikkan dalam lingkaran guru: Apakah penugasan kepala sekolah adalah proses politik? Atau perlu strategi politik?

Idealnya Profesional, Tapi Nyatanya...?
Secara normatif, penugasan kepala sekolah seharusnya berlangsung dalam sistem yang objektif, meritokratis, dan berbasis kompetensi. Prosedur sudah disusun: mulai dari seleksi administrasi, penilaian substansi, pelatihan calon kepala sekolah, hingga uji kompetensi. Semua itu menandakan niat baik negara untuk menjamin bahwa yang menduduki kursi kepala sekolah adalah figur berkualitas, bukan hasil kompromi atau kedekatan.
Namun, realitas sosial tak selalu bersih dari dinamika kekuasaan. Nuansa politis masih kentara, entah dalam bentuk “akses yang terbatas”, hubungan patron-klien, atau tarik-menarik kepentingan di level dinas maupun komunitas lokal. Tak jarang, loyalitas kepada tokoh tertentu lebih menentukan daripada rekam jejak profesional.
Apakah ini berarti dunia pendidikan ikut terkontaminasi oleh “politik praktis”? Tidak selalu. Namun, perlu diakui bahwa keputusan strategis seperti penugasan guru sebagai kepala sekolah sering kali tidak sepenuhnya steril dari kalkulasi kekuasaan.

Strategi Politik yang Etis: Sebuah Keniscayaan
Jika "politik" kita maknai sebagai seni mengelola pengaruh dan membangun relasi, maka ya, menjadi kepala sekolah membutuhkan strategi politik dalam pengertian yang positif dan etis.
Guru yang visioner dan ingin menjadi pemimpin pendidikan perlu memiliki kecerdasan sosial dan kepekaan terhadap lanskap birokrasi, antara lain:
  • Membangun jejaring profesional. Mengikuti forum MGMP, menjalin komunikasi baik dengan pengawas dan dinas, serta aktif dalam komunitas pendidikan, menjadi jembatan yang memperkuat kredibilitas.

  • Menjaga integritas dan konsistensi kinerja. Ini adalah modal paling utama. Kinerja yang terukur dan sikap yang konsisten menjadi bukti kepemimpinan yang layak diperhitungkan.

  • Mampu membaca situasi dan menjadi komunikator yang efektif. Kepala sekolah bukan hanya pengelola sekolah, tapi juga “diplomat pendidikan” yang perlu mampu berdialog dengan berbagai pemangku kepentingan.

Dengan kata lain, berstrategi bukan berarti manipulatif, melainkan cerdas dalam membangun posisi, mengenali momentum, dan menjaga etika dalam setiap langkah.

Menghadirkan Pemimpin Sekolah yang Visioner
Kita tidak bisa menutup mata bahwa pendidikan berada di persimpangan antara idealisme dan realisme. Maka, penting untuk menumbuhkan pemimpin sekolah yang tidak hanya profesional dalam substansi, tapi juga adaptif dalam strategi. Mereka memahami bahwa dunia tidak selalu hitam-putih, tapi tetap memilih untuk bersikap jernih dalam mengambil keputusan.
Karena pada akhirnya, menjadi kepala sekolah bukanlah jabatan, akan tetapi tanggung jawab sejarah. Dialah yang menentukan apakah sekolah akan menjadi taman tumbuhnya generasi emas, atau hanya institusi administratif yang kehilangan ruhnya.

Penutup
Menjadi kepala sekolah memang bukan panggung politik praktis, tapi bukan juga arena yang steril dari kepentingan sosial. Maka, seorang calon pemimpin pendidikan perlu berbekal kompetensi, kejujuran, dan strategi sosial yang bijak. Karena hanya dengan itulah, kita bisa mengawal pendidikan tetap berpijak pada nilai.
Share:

Website Translator

Visitors